Empat PMI Ilegal Kabur ke Krayan dari Malaysia

 

NUNUKAN – Personel Pos Gabungan TNI (Gabma) Long Midang mengamankan 4 orang diduga Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural yang masuk ke jalur perbatasan Ba’kelalan, Malaysia – Long Midang, Krayan, Kamis (20/2).

Keempat PMI tersebut ternyata melarikan diri dari Malaysia dan akhirnya pergi ke Krayan dengan menumpangi kendaraan. Mereka baru diketahui PMI setelah diperiksa aparat di Pos Gabungan TNI (Gabma) Long Midang. Kemudian diarahkan ke Pos Lintas Batas Tradisional (PLBT) Krayan.

Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Nunukan, Fredy mengatakan, ketika diarahkan petugas Gabma ke Pos Lintas Batas Tradisional (PLBT) Krayan, personel Imigrasi langsung memeriksa dan melakukan wawancara kepada keempat PMI tersebut.

“Personel mengungkap bahwa keempat PMI tersebut, merupakan korban dari ketidakadilan majikan tempat bekerja, sehingga memilih pulang ke tanah air,” ujar Fredy ketika dikonfirmasi, Jumat (21/2).

Pemeriksaan juga mengungkap, mereka sebelumnya bekerja di Lawas, Malaysia, dengan status legal menggunakan paspor saat pertama kali masuk melalui PLBN Entikong, Kalimantan Barat, pada tahun 2024.

“Tapi, mereka kembali atau pulang ke tanah air tanpa membawa paspor karena dokumen tersebut ditahan oleh majikan tempat mereka bekerja,” ungkap Fredy. .

Keempat PMI tersebut, juga mengaku mengalami berbagai permasalahan ketenagakerjaan selama bekerja di Malaysia.

Sementara masing-masing identitas mereka sebut saja, A (21), B (31), C (34) dan D (31).
Untuk kasus A, bekerja sebagai buruh bangunan di sebuah perusahaan konstruksi selama enam bulan terakhir dengan gaji Ringgit Malaysia (RM) 1.000 per bulan atau Rp 3.500.000 jika dirupiahkan. Namun memutuskan pulang karena tidak menerima gaji selama dua bulan terakhir tanpa alasan yang jelas dari bosnya.

Begitu juga kasus yang dialami si B, dimana dia bekerja sebagai buruh bangunan selama satu tahun dengan gaji RM 1.200 per bulan atau Rp4.200.000. Namun dalam tiga bulan terakhir, gajinya pun tidak dibayarkan hingga memilih kembali ke Indonesia.

Sementara itu, untuk kasus C dan D yang juga bekerja di sektor konstruksi, mengalami pemotongan gaji dan ketidakpastian pembayaran, sehingga mereka memilih pulang ke kampung halaman secara mandiri.

Fredy menegaskan, bahwa kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi di wilayah Krayan. Ia pun mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam bekerja di luar negeri dan memastikan bahwa seluruh dokumen perjalanan tetap dalam kendali mereka.

“Kami sering menemukan kasus PMI yang kembali ke Indonesia tanpa paspor karena ditahan oleh majikan. Hal ini sangat berisiko karena bisa menghambat kepulangan mereka dan menyulitkan proses perlindungan hukum. Kami menghimbau agar calon pekerja migran memastikan kelengkapan dokumen serta memahami prosedur resmi sebelum bekerja ke luar negeri,” harap Fredy. (uws)